Dalam sejarah Pasar Modal
Indonesia, kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad-19. Menurut
buku Effectengids yang dikeluarkan oleh Verreniging
voor den Effectenhandel pada tahun 1939, jual beli efek telah
berlangsung sejak 1880.
Pada tanggal 14 Desember 1912, Amserdamse
Effectenbueurs mendirikan cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat
Asia, bursa Batavia tersebut merupakan yang tertua ke-empat setelah Bombay,
Hongkong, dan Tokyo.
Zaman Penjajahan
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai
membangun perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salah satu
sumber dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya.
Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang
penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan penduduk pribumi.
Atas dasar itulah maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan pasar modal.
Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi pasar modal di
Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta) pada tanggal 14 Desember 1912 dan
bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek) dan langsung
memulai perdagangan.
Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar) yaitu : Fa.
Dunlop & Kolf; Fa. Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co.; Fa. Adree
Witansi & Co.; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul Joostensz; Fa. Jeannette
Walen; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa. Walbrink & Co; Wieckert &
V.D. Linden; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.
Sedangkan Efek yang diperjual-belikan adalah saham dan obligasi
perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang
diterbitkan Pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham
perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi di negeri
Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.
Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik
masyarakat kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11
Januari 1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan
bursa.
Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah : Fa. Dunlop & Koff, Fa.
Gijselman & Steup, Fa. V. Van Velsen, Fa. Beaukkerk & Cop, dan N.
Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah : Fa. Dunlop &
Koff, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co,
serta Fa. P.H. Soeters & Co.
Perkembangan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat dari
nilai efek yang tercatat yang mencapai NIF 1,4 milyar (jika di indeks dengan
harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah + Rp. 7
triliun) yang berasal dari 250 macam efek.
Perang Dunia II
Pada permulaan tahun 1939 keadaan suhu politik di Eropa menghangat dengan
memuncaknya kekuasaan Adolf Hitler. Melihat keadaan ini, pemerintah Hindia Belanda
mengambil kebijaksanaan untuk memusatkan perdagangan Efek-nya di Batavia serta
menutup bursa efek di Surabaya dan di Semarang.
Namun pada tanggal 17 Mei 1940 secara keseluruhan kegiatan perdagangan efek
ditutup dan dikeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa semua efek-efek harus
disimpan dalam bank yang ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda. Penutupan
ketiga bursa efek tersebut sangat mengganggu likuiditas efek, menyulitkan para
pemilik efek, dan berakibat pula pada penutupan kantor-kantor pialang serta
pemutusan hubungan kerja. Selain itu juga mengakibatkan banyak perusahaan dan
perseorangan enggan menanam modal di Indonesia.
Dengan demikian, dapat dikatakan, pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya
aktivitas pasar modal pada zaman penjajahan Belanda
Pengertian Pasar
Modal dan Perkembangannya di Indonesia
Pengertian
Pasar Modal menurut Undang-undang No. 8 tahun 1995 adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang
berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek.
Pasar
Modal (Capital Market) dapat juga diartikan sebagai pasar untuk berbagai
instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang
(obligasi), ekuitas (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen
lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun
institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan
berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan
prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen keuangan
yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka
waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana,
dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain.
Pasar
Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal
menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau
sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal
(investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk
pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar
modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan
seperti saham, obligasi dan reksa dana.
Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai
dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa Pasar Modal merupakan tempat bertemunya investor
sebagai pemillik dana dan perusahaan/institusi yang memerlukan dana.
Perkembangan Pasar Modal di Indonesia
Pasar
Modal Indonesia telah ada sejak zaman Hindia Belanda, tepatnya pada tanggal 14
Desember 1912 di Batavia, namun perkembangannya mengalami masa pasang – surut
akibat berbagai faktor, mulai dari Perang Dunia I dan II hingga perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada Pemerintah Republik Indonesia (RI).
Selanjutnya, pihak Pemerintah RI melakukan pembentukan ulang Pasar Modal
Indonesia melalui Undang-Undang Darurat No. 13 tahun 1951 yang kemudian
dipertegas oleh Undang-Undang Republik Indonesia No.15 tahun 1952.
Dalam 2
dasawarsa selanjutnya, perkembangan Pasar Modal Indonesia mengalami stagnasi
sehubungan dengan dihentikannya kegiatan Pasar Modal sepanjang dekade 1960-an
hingga akhir pertengahan 1970-an. Pada tahun 1977, Pemerintah mengaktifkan
kembali Pasar Modal Indonesia dengan ditandai go public-nya PT Semen Cibinong.
Namun, dunia Pasar Modal Indonesia baru benar-benar mengalami perkembangan pada
sekitar akhir dekade 1980-an, yang antara lain ditandai dengan pendirian PT
Bursa Efek Surabaya (BES) pada tahun 1989 dan swastanisasi PT Bursa Efek
Jakarta (BEJ) pada tahun 1992.
Penetapan
Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal juga semakin mengukuhkan
peran BEJ dan BES sebagai bagian dari Self Regulatory Organization (SRO) Pasar
Modal Indonesia. Sejak itu, BEJ tumbuh pesat berkat sejumlah pencapaian di
bidang teknologi perdagangan, antara lain dengan komputerisasi perdagangan
melalui sistem Jakarta Automated Trading System (JATS) di tahun 1995,
perdagangan tanpa warkat di tahun 2000 dan Remote Trading System pada tahun
2002. Sementara itu, BES mengembangkan pasar obligasi dan derivatif.
Tahun
2007 menjadi titik penting dalam sejarah perkembangan Pasar Modal Indonesia.
Dengan persetujuan para pemegang saham kedua bursa, BES digabungkan ke dalam
BEJ yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tujuan meningkatkan
peran pasar modal dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2008, Pasar Modal
Indonesia terkena imbas krisis keuangan dunia. IHSG, yang sempat menyentuh
titik tertinggi 2.830,26 pada tanggal 9 Januari 2008, terperosok jatuh hingga
1.111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008 sebelum ditutup pada level 1.355,41 pada
akhir tahun 2008. Kemerosotan tersebut dipulihkan kembali dengan pertumbuhan
86,98% pada tahun 2009 dan 46,13% pada tahun 2010.
Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat
sebagai berikut:
[Desember
1912]
|
- Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh
Pemerintah Hindia Belanda
|
[1914 –
1918]
|
- Bursa Efek di Batavia
ditutup selama Perang Dunia I
|
[1925 –
1942]
|
- Bursa Efek di Jakarta
dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
|
[Awal
tahun 1939]
|
- Karena isu politik (Perang
Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup
|
[1942 –
1952]
|
- Bursa Efek di Jakarta
ditutup kembali selama Perang Dunia II
|
[1956]
|
- Program nasionalisasi
perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif
|
[1956 –
1977]
|
- Perdagangan di Bursa Efek
vakum
|
[10
Agustus 1977]
|
- Bursa Efek diresmikan
kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan
Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT Pasar
Modal. Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go
public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama19 Tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara
|
[1977 –
1987]
|
- Perdagangan di Bursa Efek
sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat
lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal
|
[1987]
|
- Ditandai
dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan
kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor
asing menanamkan modal di Indonesia
|
[1988 –
1990]
|
- Paket
deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ
terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat
|
[2 Juni
1988]
|
- Bursa Paralel Indonesia
(BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan
Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer
|
[Desember
1988]
|
- Pemerintah mengeluarkan
Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk
go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan
pasar modal
|
[16
Juni 1989]
|
- Bursa
Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan
Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya
|
[13
Juli 1992]
|
- Swastanisasi BEJ. BAPEPAM
berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati
sebagai HUT BEJ
|
[22 Mei
1995]
|
- Sistem
Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS
(Jakarta Automated Trading Systems)
|
[10
November 1995]
|
- Pemerintah mengeluarkan
Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini
mulai diberlakukan mulai Januari 1996
|
[1995]
|
- Bursa Paralel Indonesia
merger dengan Bursa Efek Surabaya
|
[2000]
|
- Sistem
Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di
pasar modal Indonesia
|
[2002]
|
- BEJ
mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading)
|
[2007]
|
- Penggabungan Bursa Efek
Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi
Bursa Efek Indonesia (BEI)
|
[02
Maret 2009]
|
- Peluncuran
Perdana Sistem Perdagangan Baru PT Bursa Efek Indonesia: JATS-NextG
|
Referensi: